• Jelajahi

    Copyright © T I P I K O R
    Best Viral Premium Blogger Templates

    MEI

    Formas PKD Soroti Pelanggaran UU Agraria dan Hak Tanah Adat dalam Sengketa Tanah Kesultanan Deli

    TIPIKOR
    Sabtu, 03 Mei 2025, 22:18 WIB Last Updated 2025-05-04T05:45:07Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Formas PKD Soroti Pelanggaran UU Agraria dan Hak Tanah Adat dalam Sengketa Tanah Kesultanan Deli




    Medan, 4 Mei 2025— Ketua Umum Forum Masyarakat Pendukung Kesultanan Deli (Formas PKD), Tengku Chaidir, angkat bicara terkait sengketa tanah Kesultanan Deli yang saat ini tengah diproses di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Dalam pertemuan dengan media Tipikor.site di kantornya, Minggu (4/5), Tengku Chaidir menegaskan bahwa penguasaan dan pembangunan properti di atas tanah Helvetia dan Sampali oleh pihak perusahaan dan instansi pemerintah adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Agraria serta pengabaian terhadap hak tanah adat.

    “Kami dari Formas PKD menegaskan, nasionalisasi dan pengalihan tanah Kesultanan Deli kepada pihak ketiga bukan hanya cacat sejarah, tapi juga melanggar hukum. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, Pasal 3 dengan tegas menyatakan bahwa hak ulayat dan hak serupa dari masyarakat hukum adat harus dihormati selama masih ada dan sesuai kepentingan nasional,” tegas Tengku Chaidir.


    Menurutnya, tanah Kesultanan Deli bukan objek nasionalisasi karena tidak pernah menjadi aset tetap perusahaan asing, melainkan merupakan tanah milik masyarakat hukum adat yang diberikan dalam bentuk konsesi terbatas kepada Deli Maatschappij (Belanda) selama 75 tahun, yang berakhir pada 15 Oktober 1957.



    “Setelah konsesi berakhir, sesuai hukum adat dan hukum agraria nasional, tanah itu kembali ke pemilik sahnya, yakni Sultan Deli. Tidak ada dasar hukum yang membenarkan pengalihan hak ke PTPN I atau perusahaan properti lain,” jelasnya.



    Tengku Chaidir juga mengutip Pasal 5 UUPA, yang menyatakan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa di Indonesia adalah hukum adat, sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. “Pengabaian terhadap hak Kesultanan berarti juga pengingkaran terhadap hukum agraria nasional itu sendiri,” tambahnya.



    Lebih lanjut, ia mengecam perubahan status tanah dari Hak Guna Usaha (HGU) menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) tanpa dasar kepemilikan yang sah. Dalam KUH Perdata, khususnya Pasal 584, hanya pemilik sah yang dapat mengalihkan hak atas benda tetap. “Jika bukan pemilik yang sah, maka semua perjanjian dan pengalihan itu batal demi hukum,” ujarnya.



    Formas PKD mendukung penuh langkah hukum yang diambil oleh Sultan Deli, Tengku Mahmud Arya Lamantjiji Perkasa Alam, melalui kuasa hukumnya terhadap PTPN I, PT C, PT DMR, dan instansi pemerintah terkait.



    “Kami menyerukan kepada pemerintah, khususnya Kementerian ATR/BPN dan Kementerian BUMN, agar menghormati proses hukum dan segera mengevaluasi semua pengalihan aset atas tanah adat dan warisan budaya,” tutup Tengku Chaidir.


    Liputan: Gajah
    Komentar

    Tampilkan

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Terkini